Memilih diam Meluapkan dengan cara bungkam Menahan segala yang terpendam Mengubur semuanya dalam-dalam Memang sedikit terasa asam Berpegang tangan Tapi tidak dalam satu dekapan Terkesan biang-biang kain Perihal sebuah kebersamaan Meski tak lurus sebagai sumpitan Bersitegang urat leher Berteras ke luar Awalnya seperti jatuh di kasur Nyatanya baja yang membentur Tinggal menghapus bibir Tunduk tengadah Menyangkal hujan di bibir mata Terkesan terulur lidah Begitu pilu, tapi tak apa Sidoarjo, 11/04/21 13:25
Tuhan begitu keterlaluan Menciptakan dia yang begitu rupawan Bahkan nyaris tak ada kecacatan Perihal perilaku tak perlu diragukan Alasan yang menjadikanku terpaku dalam tatapan Ia yang terkenang dalam ingatan Pemeran utama pada lamunan Terlukis di setiap senyuman Sidoarjo, 06/04/21 01:30
Frekuensi yang tak lagi sepadan Ibarat kiambang akan sebuah kejujuran Dilapih kelembai rambut yang tak lagi diperhatikan Asalnya dari berkubak berselimut kesucian Antara kenyataan atau bualan Yang Kau maksud tanpa Kau jelaskan Untuk Ku pahami tanpa Ku terjemahkan Perubahan kian nyata Kau perlihatkan Untuk juntrungan yang kerap terselip disetiap ungkapan Tunduk tengadah yang bisa Ku lakukan Rabit sudah sebuah harapan Imajinasiku kini tak lagi bertuan Inikah yang Kau inginkan Sebuah penghianatan tanpa belas kasihan Mengapa begitu enteng Kau lakukan Atau memang Kau sudah berpengalaman Nyatanya begitu sukar keluar dari keterpurukan Tapi keadaan mendesak untuk segera melupakan Obat penenang bahkan tak mampu membuat Ku merasa nyaman Mata biuku terhalang oleh lebatnya hujan Ingatanku perlahan luruh direnggut kegelapan Semesta seolah-olah mengizinkan Namun hati belum bisa mengikhlaskan Oh Tuhan, sesakit inikah rasanya kehilangan Sidoarjo, 12/06/20 01:29
Komentar
Posting Komentar