Diam


Tak jauh dari tempat ku berdiam seorang diri, terlihat jelas dari ekor mataku bahwa kamu masih terjaga memperhatikanku. Entah, kamu yang terlalu enggan untuk menyapaku, atau aku yang terlalu mementingkan ego bahwa tak akan ku mulai percakapan sebelum kau yang memulai. Setiap kali bola mata bertemu, masing-masing dari kita selalu gelagapan untuk memandang arah lain. Mengutuk diri sendiri dengan kediaman mungkin jalan yang sudah kita pilih. Mempermasalahkan persoalan yang tak pernah kita tahu tepatnya, kesalahanku atau kesalahanmu itu seakan tak ada jalan keluar untuk menyelesaikannya.

Kita duduk di tempat dan waktu yang sama, meja panjang menjadi penyekat agar kita tak berdekatan. Nyatanya bukan meja itu yang menjadi pemisah antara kita, tapi kebisuan masing-masing diri kita yang menjadikan kita semakin berjarak.

Purnama terlalu letih mengamati malam-malam tanpa bintang. Akupun sama, atau mungkin kamupun sama. Menyusuri hari demi hari tanpa adanya keindahan yang diharapkan. Problema yang kita nyalakan nyatanya tak mampu kita padamkan. Sampai kapan kita berkelana, jika tujuan kita sama. Sejauh apapun berlayar, dermaga yang dituju untuk pulang sudah kita singgahi dari awal.

Aku masih ingat jelas, begitu jamak kenangan yang kita ukir. Manis ataupun pahit itu tak akan mungkin kulupakan, tersimpan rapi di album ingatan. Aku tak ingin membuang semua itu, biarkan semuanya tertumpuk begitu saja, tapi tak susah kucari ketika ku merindukanmu. Sama halnya saat ini, aku merindu tapi tak mau mengadu. 

Kebiasuan, Sidoarjo 22/03/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata ini

Ambekan

Berlalu angan